Selasa, 16 Juni 2009

membenci untuk cinta (part 3)

Dimas berlari mengitari kompleks rumahnya. Hari itu tidak ada jadwal manggung seperti biasanya. Maklum seorang anak band yang selalu di kejar-kejar dateline show dan latihan. Tapi untunglah hari itu ia mendapat libur. Cuaca cukup cerah pagi ini tidak seperti pagi2 sebelumnya. Yang mendung dan selalu turun hujan. Sepanjang jalan ia berlari pagi banyak mata yang melihat dan mengagumi sosok dimas. Dimas bisa dikatan memiliki paras yang menawan, dan badan yang atletis, sehingga banyak sekali fans wanita yang menyukainya.

“pagi mas...mas dimas mau sarapan apa?” tanya mbok darmi saat melihat dimas melintasi dapur.
“apa aja mbok....oh ya ada telpon buat saya”
“ndak ada mas...eh..eh..anu tadi mbak silla telpon pas mas dimas baru berangkat jogging”
“silla?..ngapain mbok”
“katanya mau ngingetin aja untuk datang ke pengadilan”
mendengar kata pengadilan wajah dimas berubah menjadi sangat sedih, ia ingat betapa bahagianya dia saat menikah dengan silla. Selama pernikahan dengan silla dimas merasa tidak ada masalah satupun yang berarti, sampai mereka memiliki seorang anak yang tampan bernama yusuf. Silla wanita yang cantik, elegan dan pintar. Tapi entalah apa yang membuat silla mengajukan gugatan cerainya. Dimas mengakui bulan-bulan ini keadaan rumahnya tidak lagi kondusif seperti dulu, sering kali hanya karena permasalahan kecil tersulut emosi. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi dalam rumah tangga dimas.
“mas dimas kok melamun?” tanya mbok darmi membuyarkan lamunan dimas.
“ah tidak papa mbok, hmm beli khan saja bubur ayam di depan ya” permintaannya
mbok darmi adalah tukang bersih-besih di rumah dimas, karena sekarang dimas tinggal sendiri dia perlu seseorang yang membantunya mengurusi rumah, tidak besar memang rumahnya tapi cukup nyaman karena ada halaman yang agak luas didepan rumah, ditanami bunga-bunga dan satu pohon jambu. Sehingga membuat rumah itu terlihat asri. Mbok darmi hanya mengurusi rumah, jika pekerjaannya selesai bisa langsung pulang. Rumah ini terasa sepi karena tidak ada keceriaan yusuf. Dimas rindu akan suasana seperti itu. Ia ingin kembali dengan silla, tetapi silla tidak mau dan tetap ngotot untuk berpisah. Dimas bertanya dalam hati apa sebenarnya masalahnya? Mengapa silla meminta cerai, padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja.
Setelah mandi dan sarapan dimas berusaha menenangkan hatinya. Gejolak amarah, rindu, dan cinta kembali berputar dalam diri dimas. Dia hanya ingin kejelasan apa yang sebenarnya terjadi.
Ia melangkahkan kakiknya ke mobil dan melaju menyusuri kota menuju pengadilan agama. Apapun keputusannya hari ini, apapun permasalahannya, semoga dimas bisa ikhlas menerimanya.
Sesampainya di depan pengadilan suasana sangat ramai banyak sekali infotaiment yang ingin mengetahui permasalahan yang terjadi pada rumah tangga dimas. Mau tidak mau dimas harus menjawab pertanyaan itu
“at last..sekarang masih belum bisa bilang ya nantinya tunggu hasil putusannya” kilah dimas dari wartawan itu.
Memasuki ruang sidang dimas melihat silla tersenyum manis melihat kedatangannya. Mereka bersalaman dan saling menanyakan kabar masing-masing. Sidang kali ini adalah pembacaan putusan, akhirnya melihat bukti dan saksi serta menanyakan ke ikhlasan dimas, akhirnya pengadilan memutuskan mereka bercerai. Tentu saja perceraian ada yang bahagia dan lega tapi ada juga yang merasa sedih tapi mungkin lebih banyak yang sedih. Adik dimas yang mendampingin dimas sebagai pengacaranya merasa khan kesedihan abangnya.
“mas..ndak papa?”tanya zakia pada kakaknya.
Dimas hanya mengangguk dan tersenyum getir pada zakia. Dimas menoleh ke arah silla dan menghampirinya.
“silla...aku masih bolehkan ketemu yusuf”
“tentu...kapanpun itu, aku pergi ya”
“sil...maaf ya klo selama kita menikah kamu tersiksa dengan kelakuan saya atau sering membuat mu menangis”
“tidak papa sekarang kita berteman, dan akan jadi teman yang baik”
dimas hanya bisa mengangguk dan melihat kepergian silla yang semakin menjauh. Single itulah sekarang status baru dimas, dan dia mengerti dengan resiko yang ia terima. Dimas harus tau mungkin silla bukan jodohnya, dan pasti akan ada jodoh yang diciptakan Tuhan untuknya.
Berjalan menyusuri koridor pengadilan bersama adiknya, tanpa sepatah katapun. Zakiapun hanya diam saja memperhatikan kakaknya. Dimas tidak bisa mengelak dari para pencari berita akhirnya diapun bicara
“sekrang saya sudah resmi bercerai dengan istri saya silla, klo ditanya masalahnya apa itu rasanya adalah pribadi saya yang tidak bisa saya bagi pada teman-teman semua. Maaf ya” sambil berlalu melewati kerumpulan wartawan. Dimas dan zakia masuk dalam mobil
“kamu kok ikut mobil mas”
“ndak papa khan..lagian aku juga ndak bawa mobil”jawab zakia sekenanya .
mata dimas nanar melihat jalan di depan
“mas biar zakia aja yang bawa mobil ya, kita pulang ke rumah zakia, tadi ayah dan ibu bilang agar mas pulang kerumah zakia aja ya”
dimas hanya menoleh dan memandang zakia, rasanya hatinya sudah remuk redam. Tak ada kekuatan lagi, sekarang ia hanya butuh teman, untuk bersandar. Akhirnya dimas mengangguk dan zakia keluar dari movil dan berpindah ke posisi kemudi. Zakia tau hati kakaknya sedang tersayat, sedih dan pilu.
Honda jass metalik itu keluar dari area pengadilan dan meluncur membelah jalanan kota.
“mas..zakia tau mas sekarang pasti sedih, klo ingin menangis juga tidak apa-apa, menangiskan tidak hanya untuk wanita, luapkan saja mas....”
dimas hanya diam saja melihat jalanan. Perih dan sakit, tanpa terasa airmata dimas mengalir. Tidak ada raungan penyesalan dalam suaranya, yang ada hanya rintihan kepiluan. Sesampainya didepan rumah zakia. Ibu dan ayah dimas menunggu di depan rumah, menantikan kehadiran putra tercinta. Melihat keadaan putranya tak kuasa ibunya memeluk dan menenangkan hati putranya. Semakin di dekap erat keluarganya dimas tak tahan dan mengeluarkan semua uneg-uneg, tangisan itu membuat dimas sesenggukan. Hari itu merupakan hari yang melelahkan buat dimas.diapun tertidur di ruang tamu zakia.
“sudalah ki..jangan bangunkan abangmu ya..dia lelah fisik dan jiwanya”
“iya bu zakia merasa kasihan sama abang, padahal abang sangat sayang sama mbak silla,”
“itu khan pikirmu ki...wanita akan marah jika suaminya sudah tidak perhatian lagi, dan juga sifat keras abangmu itu memang sulit untuk dikendalikan”
“tapi bu...kia faham, abang keras khan juga demi kebaikan keluarga”
“sudalah ki..jangan campuri lagi urusan abangmu jika dia tidak memintanya”
“iya bu..jadi pengacara abang juga repot harus bicara sama para wartawan itu”
ibu hanya tersenyum saja melihat dimas yang kelelahan dan mendengar ocehan zakia tentang para wartawan.
Semoga dia mendapat jodoh yang lebih baik dari silla.

esya kelelahan setelah seharian berada di dumah ibu sri. Membantu hajatan pertunangan putri ibu sri. Sesampainya tiba di kost, suasana sudah agak sepi karena jam sudah menunjukan pukul 19.30. sudah hampir satu bulan esya di kota ini, tapi ia belum meberi kabar pada mas Ilham, mungkin beliau cemas. Mas ilham adalah kakak pertama Esya yang sekarang tinggal di jepara bersama istrinya, sebelum kepergian esya ke jakarta mas ilham memberi pesan agar segera memberi kabar.
Esya hampir saja lupa untuk memberi kabar pada mas ilham segera saja ia meraih hpnya dan menekan nomer mas ilham.
“hallo assalamualaikum”
“waalaikumsalam, Esya ya...telpon mu sudah di tunggu mas mu dari kemarin-marin”
“iya mbak maaf... soalnya lumayan sibuk disini”
“ya dah ndak papa tunggu bentar ya mbak panggilkan mas mu dulu”
“makasih ya mbak”
beberapa saat kemudian
“assalamualaikum esya, bagaimana kabarmu?”tanya mas ilham
“waalaikumdalam, alhamdulilah mas baik.”
“ada apa esya..kamu ingin cerita sama mas?”
“iya mas ini tentang wasiat ibu, apa mas tau?”
“mas tau sya...bapak pernah cerita sama mas”
“knp mas ndak cerita sama Esya, mas esya bingung sekali. Disatu sisi esya tidak mau dijodohkan mas, di lain pihak esya menghormati ibu? Apa yang harus esya lakukan mas”
“kamu sudah berdoa, meminta petunjuk kepada allah”
“sudah mas, kadang hati esya sakit sekali dan benci sama ibu, tapi kadang esya juga merasakan kesedihan dan harapan ibu mas. Dan sekarang esya mencoba untuk menjalankan ini semua mas”
“baguslah sya..sabar ya nduk, insya allah kamu akan di mudahkan jalannya”
“amin makasih ya mas, esya pamit assalamualaikum”
“walaikumsalam, jaga kondisi kamu ya sya, klo kehabisan uang saku jangan sungkan sama mas”
“iya makasih ya mas”
komunikasi itupun terputus dan esya beristiraha. “semoga besok lebih baik dari hari ini” harapan esya.

Pagi ini susana cerah, burung-burung bersautan merdu. Embun masih membasahi kaca jendela. tak terasa bulan segera berganti. Saat esya membuka jendela kamarnya. Udara masuk sangat segar, udara belum tercemari asap kendaraan, mataharipun belum penuh memunculkan sinahnya hanya sedikir cerca disebelah timur, setelah sholat esya bersiap-siap untuk pergi ke kampus setelah itu ke tempatnya bu sri karena kemarin ada yang ingin di bicaran tentang pak aditya. Apa beliau sudah ditemukan?
suasana kampus sangat ramai, esya mempercepat jalannya agar tidak telambat masuk kelas.
"Esya,,,tunggu" ada suara memanggil esya, dari jauh ia melihat wulan gadis cantik blesteran belanda jawa ini berlari mengejar esya.
"ada apa kok lari githu"
"hehehehehe...gini. kemarin ada yang tanyain kamu"
"tanyain aku, siapa?"
"nggak tau ya, cowok githu...hayoo pacar kamu ya"
"hmmm mana mungkin aku punya pacar dah yuk jalan ntar telat"
"iya tungguin donk"
siapa ya pikir esya tapi esya tdak perduli mereka berjalan menyusuri lorong kampus untuk sampai diruangan.
siang yg panas esya mempercepat langkahnya, udara jakarta yang panas dan polusi udara ini membuat esya merasa cepat lelah. tapi ia sudah berjanji pada bu sri untuk segera kerumahnya. sesampai di rumah bu sri, esya sudah di tunggu keluarga bu sri.
"assalamualaikum wah kumpulsemuanya ya?"
"waalaikumsalam esya, cepat masuk sholat lalu makan ya, kami mau mengajak mu ke tempat seseorang"
esya berpikir kembali siapa? kerumah siapa? ah sudahlah esya mengikuti saja dan esya mengangguk. setelah berbenah diri, sholat, dan makan mbak putri memberinya baju ganti.
"esya pakai baju ini ya?"
"kok ganti baju mbak memangnya mau kemana?"
"sudahlah esya ikut saja dijamin kamu pasti suka"
esya bingung dengan keadaan rumah ini. tapi esya yakin tidak mungkin mereka memberikan hal yang buruk kepadanya. mereka sekeluarga masuk dalam mobil esya ikut mobil bu sri di depan, sesaat kemudian mereka telah menyusuri jalan ibu kota. esya tau mereka akan kemana jalan yang dilalui mengarah keluar jakarta. o mungkin mereka mau jalan-jalan pikir esya.
tapi bukan tempat wisata tujuan mereka. mobil ini masuk ke lokasi perumahan elit wilayah bogor. dan berhenti tepat disalah satu rumah mewah disana. esya mengagumi rumah itu sangat indah dan besar. keluarga itu telah ditunggu pemilik rumah. orangnya sangat ramah.
"assalamualaikum" sapa pemilik rumah
"waalaikumsalam" jawab bu sri
"ah sudah saya tunggu dari tadi diajeng ini?"
"ah maaf ya soalnya tadi nunggu esya pulang kuliah" sambil menarik tangan esya
"oh ini yang namanya esya putri Indah"
esya sedikit shok siapa bapak ini apa beliau ini yang namanya pak aditya. tapi esya hanya mengaggukkan kepala.
"esya tidak perlu takut. ini namanya pak Candra sahabat ibu?"
"ohhh bukan pak aditya ya?" jawab esya spontan.
"iya nduk, ayo-ayo monggo silahkan masuk kok jadi ngobrol diluar begini."
mereka semua masuk keruangan. ternyata dirumah itu sudah banyak tamu yang hadir. saat esya melihat lihat sekeliling matanya menubruk sebuah sosok laki-laki. dari tadi dia memandangi esya saja. orang ini tidak sopon, esya memalingkan mukanya dari laki-laki itu.
eh tapi tunggu dulu, esya sepertinya pernah melihat orang itu tapi dimana. esya tidak tau dia sudah lupa.
dari jauh laki-laki itu juga mulai berfikir aku pernah melihat gadis itu tapi dimana.?

hmmm mulai membingungkan nie, siapa laki-laki itu apa hubungannya dengan esya, simak lanjutannya :D bersambung dulu ya :p

Selengkapnya...

Kamis, 04 Juni 2009

Membenci untuk Cinta (part2)

uasana menjadi sangat sunyi Esya memperhatikan setiap kata yang di ucapkan ibu sri.
“Dulu aku dan ibumu adalah teman SMU, kami berjanji akan menjadi teman selamanya dan memberi nama kelompok kami Esya dari kata ESA yang artinya satu. Kami kuliah di universitas dan jurusan yang sama, saat itu kami mengenal seseorang bernama Aditya. Dia laki-laki yang baik, saat itu ibumu berjanji untuk menikah dengan aditya. Tapi sayang ibumu tiba-tiba pergi meninggalkan kami semua, saat itu aditya sangat marah dan sedih. Karena adit sudah berjanji pada ibunya untuk memperkenalkan calon istrinya sehingga saya menggantikan posisi ibumu, kamipun menikah, awal pernikahan kami tidak ada cinta, yang ada hanyalah rasa tanggung jawab, antara satu dengan yang lain, sampai akhirnya kami berpisah. Sejak saat itu saya tidak tau di mana mas aditya saat ini. Dan aku menikah dengan suamiku yang sekarang.”

“lalu apa hubungan saya dengan ini semua”
“apakah kamu belum membaca isi surat ibumu, Esya?”
esya hanya menggelengkan kepalanya
“baiklah Esya ibumu meminta padaku untuk menjagamu, dan ibumu memintaku untuk membimbingmu mencari mas Adit, dan meminta maaf atas semua kesalahan ibumu, apa kamu bersedia Esya?”
“insya allah saya mau bu”
“satu lagi Esya, ibumu memintamu menepati janji ibumu, esya apapun itu”
“janji?..apa berarti aku harus menikah dengan tuan Aditya bu”
“Entalah Esya ibu juga tidak tahu”
Masya Allah Esya sangat tekejut dengan ini semua. Esya tidak menyangka ibunya telah merencanakan ini semua, kenapa harus Esya, Esya masih punya Dek Rini kenapa bukan dia saja. Esya benar-benar kalut mendengar berita ini, rasa sedih, bingung, khawatir, cemas, takut semuanya menjadi satu. Rasanya ada air hangat yang mengalir dari sudut pipinya, sebelum ia menangis di rumah ini ia harus kembali ke kost. Segeralah ia mohon untuk undur diri
“maaf bu, Esya harus pamit karena sudah larut”
“kamu mau pulang, baiklah.. biar diantar fitri ya, nak”
“tidak usah bu nanti merepotkan..saya naik angkot saja.”
“Esya...Ibu tau pasti saat ini kau marah, maafkan kami ya nak”
“tidak apa bu, baiklah saya permisi” Esya meninggalkan rumah bu Sri engan senyum yang di paksakan.
Esya bergegas agar sampai di kost, selama perjalanan pikirannya kacau, banyak sekali rasa yang ingin ia ungkapkan. Ia ingin sekali menangis sekencang mungkin menyesali semua ini, tapi apa yang harus Esya lakukan.
Sesampainya di kost Esya duduk di samping pembaringan sambil menagis, meratapi semua ini. Perasaan Esya kalut sekali. Akhirnya Esya memutuskan untuk telpon ke yogya, bertanya sama bapak apa yg didalam surat ibu itu semuanya benar.
Telpon itupun tersambung, “assalamualaikum” Esya menyapa orang yang diseberang sana
“waalaikumsalam”
“dek rini ya, ini mbak dek...bapak ada mbak mau bicara sebentar”
“ada mbak bentar”
setelah menunggu beberapa saat
“assalamualikum..ono opo nduk”
“waalaiakum salam. Esya bade tanglet pak”
“tanya apa sya”
“tentang isi surat ibuk yang bilang klo Esya yang akan menggantikan janji ibuk untuk menikah dengan pacarnya dulu apa betul pak” lama sekai bapak tidak segera enjawab pertanyaan Esya.
“pak.. enten nopo? Kok bapak diam saja”
“nduk yang ikhlas ya,..apapun itu hasilnya nanti”
“tapi pak....Esya ndak mau...Esya ndak mau pak” suara Esya yang parau sekrang menangis di telpon, diujung telponpu bapak menangis.
“sabar ya nduk”
“ndak pak.. Esya Benci ini semua pak..Esya ndak terima..assalamualaikum”
Esya nemutup telponnya secara sepihak dan melanjutkan tangisannya. Esyapun sholat memohon petunjuk kepada Allah, memohon untuk diikhlaskan hatinya, disabarkan, serta memohon jalan yang terbaik. Tanpa disadari Esya sampai tertidur karena kelelahan.
Setelah beberapa hari Esya merenung, akhirnya ia memutuskan untuk memenuhi wasiat ibunya. Tapi saat ini bukan Esya yang penyabar, tapi Esya yang lebih sensitif hatinya. Entah kenapa ia timbul perasaan benci terhadap Alm ibunya, yang dengan seenaknya saja memintanya untuk menikah dengan pak Aditya, tapi kadang hatinya juga sakit juka ia terlalu membenci ibunya. Saat itu hari sudah menjelang sore hari, tapi suasana kampus masih tetap rame karena ada festival band bintang tamunya adalah band yang terkenal di tanah air. Esya pun mempercepat langkahnya untuk segera meningkalkan kampus akan tetapi...
BRRRRRRRRRRUUUUUUUUKKKKKK
“masya allah” buku Esya dan kertas-kertas kuliah yang dibawa Esya jatuh berantakan di lantai. Ternyata ia di tabrak seseorang. seseorang yang sangat asing bahkan dia tidak mengenalnya sama sekali. Mereka saling menatap sebentar dan Esya segera membereskan buku dan kertasnya yang berantakan.
“maaf ya saya tidak sengaja”
“semua orang yang habis menabrak pasti bilang seperti itu, tapi saya tetap memafkan kamu” Esya memperhatikan laki-laki yang di depannya dan kemudian melanjutkan ucapannya” anda ini aneh ya masak sore2 begini pakai kacamata gelap, tapi itu semua urusan anda, saya permisi...oh ya, sekalipun kamu yang salah aku juga minta maaf karena ucapan aku kasar ke kamu, dan aku sudah memafkan kamu kok..mari”
Esya meninggalkan lelaki itu tanda menoleh sedikitpun lagi, tapi laki-laki ini tetap memperhatkan Esya sampai ia menghilang dari koridor kampus.
Ya tuhan aku segera bergegas jika tidak teman-teman ku bisa marah pikir lelaki itu.
Beberapa hari kemudian Esya di telpon oleh ibu Sri untuk datang ke rumah beliau, karena ada hajatan pertunangan purinya. Dengan sedikit polesan Esya sudah siap untuk berangkat ke rumah bu sri, Esya tampak cantik dan anggun dengan busana muslimnya. Sesampainya disana esya sudah dianggap saudara sendiri oleh keluarga bu Sri. Esya menikmati acara itu, dia merasa seperti berada dirumah, kadang Esya rindu pada ibunya, tapi rasa rindu itu terkalahkan oeh perasaan benci dan ingin memperotes ibunya, tapi beliau adalah ibu Esya sebenci apapun esya harus berbakti pada orang tua.
Saat itu esya memperhatikan ibu sri sedang berbincang dengan dua orang laki-laki. Esya tau salah satu dari laki-laki itu adalah suami ibu sri tapi yang satu lagi siapa dia?
Secara bersamaan mereka memandang Esya dan bu sri melambaikan tangannya. Esyapun membalas lamaian itu dengan angukan pelan, tapi siapa laki-laki apa dia tuan Aditya? Tapi kata bu sri mereka telah lama tidak bertemu, ini aneh. Siapa laki-laki itu? Mengapa tersemyum pada Esya. (hmmm siapa ya dia :-/ )
Selengkapnya...

Minggu, 31 Mei 2009

Membenci Untuk Cinta (part 1)

Air mengalir membasahi atap rumah, semakin lama air yang turun semaikin deras diikuti sambaran kilat. Udara menjadi sangat dingin. Jalanan pun terlihat sangat lenggang. Tapi Esya harus tetap pergi, sebagai muslimah yang baik ia harus menepati janji. Janji untuk bertemu dengan sahabat Alm Ibunya, namanya ibu Sri. Seperti apa wajahnya Esya tidak tau, Esya baru saja datang dari Yogya. Ia ke Jakarta untuk meneruskan Kuliah disalah satu Perguruan tinggi negeri ternama. Sekarang esya tinggal di kost dekat kampus. Ia sudah berjanji untuk bertemu di food center City Mall.

“Ya Allah lindungi hamba, karena saat ini hamba sedang menjalankan ammanah, bismillah” doa Esya dalam hati sebelum melangkah keluar menerjang hujan lebat sore itu. Selama perjalan naik angkutan umum, hampir dilihatnya banyak air yang menggenangi jalan raya. Sesampainya di City Mall, Esya berbegas menuju food center karena ia terlambat 15 menit akibat macet. “Ya allah semoga Ibu Sri tidak lelah menunggu” pikir Esya. Sekian banyak pengunjung Mall esya bingung siapa ibu sri, hanya saja saat di telpon Esya yang pasti akan di kenali oleh ibu Sri. Esya hanya berkata pada ibu Sri bahwa dia akan memakai celana hitam, baju hijau dan jilbab hijau. Esya duduk di didalam food Center dan memesan segelas coklat hangat. Setelah menunggu beberapa lama ada yang menepuk punggu Esya,
“assalamualaikum..menunggu lama ya?”
“waalaikumsalam” jawab Esya, yang rupanya agak terkejut.
“adek Esya khan”
“iya, maaf apa mbak ini ibu Sri?” tanya Esya karena agak sedikit ragu karena wanita yang ada di hadapannya saat ini sangat cantik, dan terlihat lebih muda kira-kira 8 tahun lebih tua dari Esya.
“oh ya..perkenalkan nama saya fitri, putri kedua ibu Sri”
“ooohh lalu ibu srinya kemana mbak”
“ibu sedang sakit, dan beliau meminta saya untuk menjemput kamu ke rumah saya”
“ooo..”
“mari keburu malam, dan juga sudah ditunggu ibu dirumah”
akhirnya mereka meninggalkan food center dan bergegas masuk mobil. Agak jauh perjalanan mereka, hampir 1 jam perjalanan. Akhirnya mereka sampai di suatu rumah tidak besar memang tapi cukup elegan. Hujan masih terus mengguyur jakarta. Esya memasuki sebuah ruangan yang begitu indah dan sangat bersih.
“Esya tunggu disini ya, saya panggilkan ibu.. oh ya esya mau nimum coklat hangat, karena udara masih dingin”
“tidak usah mbak terimakasih”
fitri hanya tersenyum dan memperhatikan esya, beberapa menit kemudian seorang wanita, dengan gamis hijau dan kerudung hitam keluar dari balik dinding yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan berikutnya.
“assalamualaikum” sapa wanita itu sambil memeluk esya, esya bingung sampai ia lupa untuk membalas salam ibu itu. Setelah melepaskan pelukannya batulah esya membalas salam
“wa-waalaikumsalam”
“namamu Esya khan, saya ibu Sri teman ibumu, saya turut berduka atas ibumu ya, dan ibu minta maaf karena tidak bisa kesana”
“tidak apa-apa bu, insya allah ibu saya juga bisa memaklumi ke adaan ini” Esya segera ingat akan pesan ibunya sebelum meninggal dunia, Esyapun membuka tasnya dan mengeluarkan sepucuk surat dan menyerahkannya kepada ibu Sri.
“ini amanah ibu sebelum beliau wafat, mohon diterima”
ibu sri meraih surat itu dan membacanya.

Assalamualaikum wr wb
Sahabat baikku Sri, maaf khan saya, karena saya tidak bisa menepati janji saya waktu itu padamu, sampai ajal mencemputku. Aku tau sri mungkin kau akan marah terhadapku, tapi saat itu aku benar-benar terdesak. Untuk menepati janjiku atau mematuhi orang tuaku.
Sahabatku, mungkin di depanmu saat ini kau melihatku yang masih muda, tapi sayang dia bukan aku, dia putriku Esya. Kau ingat nama Esya.. nama itu adalah kenangan kita khan. Aku memberikan nama itu pada putriku. Agar aku selalu ingat padamu sahabatku.
Sri yang baik, rasa bersalahku selalu menghantuiku selama bertahun-tahun. Aku hanya ingin tahu apa kabar mas Aditya sehat kah dia saat ini. Tolong sampaikan maafku kepada beliau ya..dan Esya sebagai pengganti janjiku saat itu.

Terimaksih sahaatku, tolong jaga putriku baik-baik ya
maafkan aku.

Sahabat karibmu
Indah


selama membaca surat itu Ibu Sri terus saja menangis tidak berhenti. Hal ini membuat Esya bertanya, ada apa? Apa isi surat itu? Kenapa ibu Sri menangis.
Tak lama setelah menutup surat itu ibu sri mulai tenang dan berkata.
“Esya...kau tau apa isi surat ini”
Esya hanya menggelengkan kepala tanda dia tidak mengerti
“aku akan bercerita tentang suatu hal Esya, dan semoga kau dapat mengerti cerita tentang persahabatanku, ibumu, dan suamiku Aditya”

apa yang akan di ceritakan oleh ibu Sri kepada Esya, tunggu part berikutnya :p

Selengkapnya...

Kamis, 28 Mei 2009

Cinta Itu Satu (part2)

kesokan harnya sabrina menelpon maminya di kantor, sekertaris mami memberitahu klo beliau sedang rapat. Sabrina memutuskan pembicaraan itu, kemudian menelpon mas hendra dan tersambung.

“ada apa sab..tumben kamu telpon”
“sabrina mau minta ijin mas, sabrina mau belajar mengaji ke pesantren?”
“kenapa sab? Dimana itu?”
“kata mbok darmi di suka bumi mas”
“sama siapa kamu disana?”
“disana ada anaknya mbok darmi mas?”
“menginap di pesantrennya atau bagaimana?”
“g tau mas sabrina liat nanti aja? Gimana mas boleh ndak
“ya udah ndak papa klo menurut kamu itu yang terbaik”
“ya dah makasih ya mas”
sabrina merasa tenang setelah mendapat ijin dari mas hendra dan bersiap-siap untuk berangkat ke sukabumi. Dengan bantuan mbok darmi sabrina merapikan pakaiannya. Dan berangkat menuju setasiun. Setelah berpamitan pada mbok darmi ia pun berangkat menuju sukabumi. Sabrina tidak tau apa yang telah di lakukan. Selama perjalan sabrina hanya terdiam, tidak bisa memejamkan mata.
Di otaknya masih teringat dengan mami, mungkin setelah sampai disuka bumi ia akan telpon mami pikir sabrina, tapi pikirannya yang lain melarangnya. Hal ini benar2 mebuatnya binging. Perjalanan ini nama pakaian muslimmerupakan perjalanan sabrina yang pertama tanpa dampingan keluarganya. Ia melihat keluar jendela hamparan sawah yang masoj hijau sepertinya sejuk. Lama juga perjalanan yang harus ditepuh sabrina hampir 3 jam. Jarak yang jauh, rasa lelah selama perjalanan serasa terbayarkan oleh pemandangan yang sangat indah, kehijauan terhampar sejauh mata melihatnya. Mungkin sabrina bisa merasa betah untuk tinggal disini. Pegunungan masih terlihat sangat gagah di kiri dan kanan jalan, sangat indah sekali. Perjalananpun berakhir sampai distasiun sukabumi sabrina, sabrina keluar melwati jalur keluar penumpang. Kata mbok darmi sabrina harus naik angkutan umum untuk sampai dikediaman putri mbok darmi. Tapi sepertinya dari tadi ada yang memperhatikan sabrina. Seorang wanita berjilbab cantik dan sangat anggun, ia memperhatkan sabrina sangat detail sekali. Sabrina merasa kikuk diperhatikan seperti itu, apa ada yang salah dengan yang ku kenakan pikir sabrina. Sabrina mengenakan bawahan jins hitam, sleeveless biru dan kardingan hitam. Rambut sabrina yang panjang terurai melayang-layang diterpa hembusan angin yang sangat sejuk. Kemudian wanita itu menghampiri.
“assalamualaikum..mbak sabrina ya?” tanya wanita anggun itu
“waalaikumsalam..iya. Maaf mbak ini siapa ya?
“oh ya kenalkan nama saya ningrum, putrinya mbok Darmi?”
“oh ya...terima kasih, saya pikir saya yang akan menemui mbak, ternyata mbak yang datang kesini.”
“iya kemarin menelpon saya dan bercerita akan kedatangan mbak kesini, onama pakaian muslimh ya mari mbak kerumah saya. Ya walaupun rumahnya kecil ndak papa khan mbak”
“oh tentu saja tidak apa-apa terimakasih sebelumnya”
“iya mbak sama-sama, mari”
merekapun berjalan menyusuri jalan besar dan naik angkutan umum untuk sampai di kontrakan ningrum. Selama perjalanan mereka mengobrol banyak, sabrina mengutarakan keinginannya untuk belajar mengaji. Dan ningrum besok akan mengenalkan Sabrina pada guru mengaji ningrum di pesantren. Pagi pagi sekali sabrina telah siap untuk ikut dengan ningrum kepesantren, sabrina menikmati perjalanannya ke pesantren, tidak jauh memang, dan sampailah mereka di sebuah pesantren di setiap jalan masuk pesantren ada bunga-bunga yang indah, ditata dengan sangat sapinya. Ningrum mengajak sabrina masuk kedalam ruangan dan memperkenalkannya pada seorang wanita yang sangat lembut, tapi berwibawa namnya ibu Fatima. Ibu fatima menerangkan bagaimana untuk mengaji di pesantren ini, akan tetapi sabrina memilih untuk tinggal bersama ningrum dan datang setiap hari untuk belajar mengaji disana. 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan tanpa terasa telah berjalan dengan sangat cepat. Banyak hal yang telah di pelajari sabrina. Penampilan sabrinapun sekarang telah berubah, sedikit demi sedikit sabrina memahami dan menjalankan syariat agama islam, dan belajar menjadi muslimah yang baik. Sabrina yang tadinya selalu berpenampilan casual sekarang telah berubah dengan jilbab yang cantik, senyum yang jarang sekali muncul sekarang sering selalu tersungging di bibirnya, menjadi lebih baik itulah yang diharapkan sabrina, mencintai agamanya, adalah jalan yang dia tuju saat ini. Sampai suatu saat handponenya berdering, walapun sabrina telah berganti nomor tetapi ia selalu memberi kabar pada kakaknya tersayang. Setiap pengalamannya dan keadaannya selalu dia ceritakan pada kakanya.
“hallo....assalamualaikum”
“waalaikumsalam..sab..ada berita penting”
“ada apa mas kok kayaknya serius sekali?”
“ini memang serius, mami nyari kamu sab, dan memberitahu mas klo papi sakit dan ingin bertemu dengan kamu”
“sakit apa mas parah ya?”
“mas juga tidak tau sab, kamu bisa balik ke jakarta secepatnya”
“insya allah bisa mas, sabrina hari ini langsung pulang”
“ya udah klo mau sampai jakarta kamu sms mas ya nanti mas jemput, ya dah klo githu mas tunggu ya assalamualaikum”
“waalaikumsalam”
sabrina masih tersiap dalam keterkejutanya, sabrina tidak mengira papi akan sakit, karena papi adalahnama pakaian muslim sosok yang sangat menjaga kesehatannya.
“mbak sabrina ada apa kok melamun?” ucapan ningrum mengagetkan sabrina, dan dia menceritakan telpon mas hendra tentang keadaan papi.
“saya pikir mbak sabrina harus pulang, apapun yang lalu biarlah mbak, sebagai anak kita wajib berbaktikan”
“iya sich tapi, aku takut untuk pulang”
“apa yang mbak sabrina takutkan. Mereka khan orang tua mbak sabrina”
“iya saya mengerti. Tapi...”
“mbak ingat apa yang telah di katakan bu Fatma kepada mbak tentang masalah mbak?”
“iya aku ingat, mengikhlaskan dan memaafkan?”
pikiran sabrina kembali melayang pada saat baru belajar mengaji dia mengalami putus asa, karena ia tidak bisa dengan mudah mempelajari alqur'an, ia menangis di beranda masjid menyesali ketidak mampuannya membaca alqu'an saat itu bu fatma datang dan berkata “nak, jangan menangis kamu harus terus berusaha, apapun masalah kamu di masala lalu, ikhlaskan dan maafkan semua perbuatan orang-orang yang menyakitimu. Dendam tidak akan membuatmu bahagia, tapi ikhlas dan apa adanya hal itulah yang akan membuatmu tenang” mendengar kata-kata itu sabrina merasa tenang dan sdikit demi sedikit berusaha untuk bisa membaca alqur'an.
“ya sudah.. saya pulang ya”
“iya mbak mari saya bantu mbak buat berberes”
ningrum merapikan baju sabrina dan memasukkannya ke dalam tas. Sabrina mengambil beberapa barang yang penting. Dan siap untuk pergi, untung hari masih pagi, agak siang nanti kereta ke bogor akan datang, dan naik kereta ke jakarta. Sebelum pergi sabrina menyempatkan diri untuk berpamitan ke bu fatimah, beliau berpesan untuk tabah, sabar, dan ikhlas dalam menghadapi persoalan dengan orang tuanya. Sabrina tau itu yang semestinya dia lakukan. Sabrinapun melangkahkan kaki meninggalkan pesatren itu dan kembali ke jakarta menghadapi setiap persoalannya dengan baik, tidak boleh menghindar karena sabrina yakin ALLAH akan melindunginya dari setiap masalah yang ada.
Selama perjalanan ke jakarta sabrina selalu berdzikir untuk menguatkan hati dan mentalnya. Sesampainya di jakarta mas hendra menjemput sabrina dan terkejut melihat perubahan adiknya. Ia melihat sabrina yang cantik dan anggun, berbalut baju muslim dan jilbab yang serasi menambah kecantikan sabrina.
“assalamualaikum mas hendra kenapa kok bengong sich”
“waalaikumsalam.. ndak papa kok kamu tambah dewasa”
“makasih ya mas..yuk pulang sabrina ingin ketemu sama mami dan papi”
“ayuk..tapi kitakerumah sakit karena papi dirawat”
“memang sakitnya parah ya mas” ada guratan kekhawatiran dalam wajah sabrina
“mas juga belum nengok kemarin ngurusin konser grub band”
“ohh...”
selama perjalanan hendra banyak sekali pertanyaan, tentang kegiatan sabrina disana, dan bercerita panjang lebar. Sampailah mereka dirumah sakit, mereka berjalan menyusuri jalan untuk sampai di ruang VIP tempat papi di rawat. Sabrina melihat mami yang berjalan keluar dari kamar, sabrina berlari menemui maminya. Mami sangat terkejut melihat sabrina, penampilan dan kepribadian sabrina telah berubah, putrinya yang dulu pendiam sekarang telah berubah menjadi gadis yang lembut, cantik dan dewasa.
“kamu sabrina?” tanya mami
“iya mam ini sabrina maafin sabrina ya mam sabrina memang durhaka,”
“tidak sab bukan kamu yang salah, tapi kami, sebagai orang tua kami sadar tak seharusnya kami memaksamu sepert itu. Maafin mami sama papi ya”
“tanpa kalian minta maaf sabrina sudah memaafkanya”
ibu dan anak itu berpelukkan dan menumpahkan segala kerinduan mereka, sabrina memasuki ruang perawatan papi. Papi terbaring sangat lemah, sabrina menggenggap tangan papi dan memohon maaf pada papi akan kesalahan yan telah di perbuat. Air mata sabrina terus mengalir dalam setiap doa untuk kesembuhan papinya.
Setelah beberapa waktu kesehatan papinya semakin membaik papipun mengakui kesalahan dan menghargai setiap kerja keras Hendra. Sekarang keluarga sabrina mulai belajar agama islam dengan benar dan tidak terlalu mengejar dunia. Semoga keluarga ku bisa hidup bahagia dan selamat dunia akhirat itu yang di harap khan sabrina dan cinta itu hanya satu hanya Untuk ALLAH SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Selengkapnya...