Minggu, 31 Mei 2009

Membenci Untuk Cinta (part 1)

Air mengalir membasahi atap rumah, semakin lama air yang turun semaikin deras diikuti sambaran kilat. Udara menjadi sangat dingin. Jalanan pun terlihat sangat lenggang. Tapi Esya harus tetap pergi, sebagai muslimah yang baik ia harus menepati janji. Janji untuk bertemu dengan sahabat Alm Ibunya, namanya ibu Sri. Seperti apa wajahnya Esya tidak tau, Esya baru saja datang dari Yogya. Ia ke Jakarta untuk meneruskan Kuliah disalah satu Perguruan tinggi negeri ternama. Sekarang esya tinggal di kost dekat kampus. Ia sudah berjanji untuk bertemu di food center City Mall.

“Ya Allah lindungi hamba, karena saat ini hamba sedang menjalankan ammanah, bismillah” doa Esya dalam hati sebelum melangkah keluar menerjang hujan lebat sore itu. Selama perjalan naik angkutan umum, hampir dilihatnya banyak air yang menggenangi jalan raya. Sesampainya di City Mall, Esya berbegas menuju food center karena ia terlambat 15 menit akibat macet. “Ya allah semoga Ibu Sri tidak lelah menunggu” pikir Esya. Sekian banyak pengunjung Mall esya bingung siapa ibu sri, hanya saja saat di telpon Esya yang pasti akan di kenali oleh ibu Sri. Esya hanya berkata pada ibu Sri bahwa dia akan memakai celana hitam, baju hijau dan jilbab hijau. Esya duduk di didalam food Center dan memesan segelas coklat hangat. Setelah menunggu beberapa lama ada yang menepuk punggu Esya,
“assalamualaikum..menunggu lama ya?”
“waalaikumsalam” jawab Esya, yang rupanya agak terkejut.
“adek Esya khan”
“iya, maaf apa mbak ini ibu Sri?” tanya Esya karena agak sedikit ragu karena wanita yang ada di hadapannya saat ini sangat cantik, dan terlihat lebih muda kira-kira 8 tahun lebih tua dari Esya.
“oh ya..perkenalkan nama saya fitri, putri kedua ibu Sri”
“ooohh lalu ibu srinya kemana mbak”
“ibu sedang sakit, dan beliau meminta saya untuk menjemput kamu ke rumah saya”
“ooo..”
“mari keburu malam, dan juga sudah ditunggu ibu dirumah”
akhirnya mereka meninggalkan food center dan bergegas masuk mobil. Agak jauh perjalanan mereka, hampir 1 jam perjalanan. Akhirnya mereka sampai di suatu rumah tidak besar memang tapi cukup elegan. Hujan masih terus mengguyur jakarta. Esya memasuki sebuah ruangan yang begitu indah dan sangat bersih.
“Esya tunggu disini ya, saya panggilkan ibu.. oh ya esya mau nimum coklat hangat, karena udara masih dingin”
“tidak usah mbak terimakasih”
fitri hanya tersenyum dan memperhatikan esya, beberapa menit kemudian seorang wanita, dengan gamis hijau dan kerudung hitam keluar dari balik dinding yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan berikutnya.
“assalamualaikum” sapa wanita itu sambil memeluk esya, esya bingung sampai ia lupa untuk membalas salam ibu itu. Setelah melepaskan pelukannya batulah esya membalas salam
“wa-waalaikumsalam”
“namamu Esya khan, saya ibu Sri teman ibumu, saya turut berduka atas ibumu ya, dan ibu minta maaf karena tidak bisa kesana”
“tidak apa-apa bu, insya allah ibu saya juga bisa memaklumi ke adaan ini” Esya segera ingat akan pesan ibunya sebelum meninggal dunia, Esyapun membuka tasnya dan mengeluarkan sepucuk surat dan menyerahkannya kepada ibu Sri.
“ini amanah ibu sebelum beliau wafat, mohon diterima”
ibu sri meraih surat itu dan membacanya.

Assalamualaikum wr wb
Sahabat baikku Sri, maaf khan saya, karena saya tidak bisa menepati janji saya waktu itu padamu, sampai ajal mencemputku. Aku tau sri mungkin kau akan marah terhadapku, tapi saat itu aku benar-benar terdesak. Untuk menepati janjiku atau mematuhi orang tuaku.
Sahabatku, mungkin di depanmu saat ini kau melihatku yang masih muda, tapi sayang dia bukan aku, dia putriku Esya. Kau ingat nama Esya.. nama itu adalah kenangan kita khan. Aku memberikan nama itu pada putriku. Agar aku selalu ingat padamu sahabatku.
Sri yang baik, rasa bersalahku selalu menghantuiku selama bertahun-tahun. Aku hanya ingin tahu apa kabar mas Aditya sehat kah dia saat ini. Tolong sampaikan maafku kepada beliau ya..dan Esya sebagai pengganti janjiku saat itu.

Terimaksih sahaatku, tolong jaga putriku baik-baik ya
maafkan aku.

Sahabat karibmu
Indah


selama membaca surat itu Ibu Sri terus saja menangis tidak berhenti. Hal ini membuat Esya bertanya, ada apa? Apa isi surat itu? Kenapa ibu Sri menangis.
Tak lama setelah menutup surat itu ibu sri mulai tenang dan berkata.
“Esya...kau tau apa isi surat ini”
Esya hanya menggelengkan kepala tanda dia tidak mengerti
“aku akan bercerita tentang suatu hal Esya, dan semoga kau dapat mengerti cerita tentang persahabatanku, ibumu, dan suamiku Aditya”

apa yang akan di ceritakan oleh ibu Sri kepada Esya, tunggu part berikutnya :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar