Rabu, 27 Mei 2009

Cinta itu Satu (part 1)

Sore itu dijalan sudah sangat lenggang, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang. Semakin lama senja semakin menampakkan dirinya berwarna orange keemasaan. Daun yang tadinya hijau sekarang berubah ke emasan karena pantulan senja. Dari lantai dua dapat melihat kejauhan, villa itulah tempat yang sekarang di tinggalli Sabrina sendirian menjauh dari hingar bingar kota metropolitan. Melepas penat dan beban yang dipikulnya. Bisa dikatakan sebenarnya ini bukan masalah Sabrina tapi masalah orang tia sabrina. sabrina yang sudah berumur 23 tahun berhak untuk menentukan jalan hidupnya.

Tapi tidak dimata kedua orang tuanya. Orang tuanya pernah berkata, sabrina harus lebih baik dari kakanya yang sekarang adalah seorang musisi kawakan Hendra. Hendra termasuk orang yang sukses dalam dunia permusikan tanah air tapi semaju apapun hendra orang tuanya akan tetap menganggap hendra “begajulan” orang yang tidak berguna. Karena hendra tidak lulus kuliah karena drop out dari pihak kampus, tapi hal itu tidak membuat hendra menyerah ia terus berjuang dan ingin membuktikan pada orang tuanya bahwa hendra mampu mandiri melalui jalur yang ia inginkan.
Sedangkan sabrina, ia tidak bisa berbuat apa-apa sabrina selalu menuruti kata orang tuanya apapun itu sampai-sampai ia pernah akan dinikahkan dengan teman ayahnya, pernikahan bisnis. Tapi hendra selalu berusaha menyelamatkan adiknya, dan sampai lah ia di villa ini, villa milik kakaknya. “krrrrrrriiiiiiiinggggg” bunyi telpon itu membuyarkan lamunan sabrina.
“hallo..”
“la....udah makan, jangan lupa makan ya..minta sama mbok darsih untuk nyiapin makanan..mas ndak bisa kesitu soalnya mau ngurusi konser musik nie jaga diri kamu baik-baik”
“iya mas...”
“satu lagi ..la...mami sama papi tadi nyamperin mas, dan beliau tanya tentang kamu”
“truss”
“mas jawab ndak tau”
“ohhh...”
“ya sudahlah...jangan lupa makan ya...oh ya nanti klo dah konser kamu datang sesekali liat lah konser musik itu seperti apa”
“iya mas...nanti sabrina kesana”

Sabrina berjalan menyusuri ruangan demi ruangan untuk sampai ke beranda luar. Sabrina duduk di beranda dan merapikan switernya. Dalam benaknya sabrina masih memikirkan perkataan maminya. “sabrina mami tau, papi salah sudah memaksamu untuk menikah dengan tuan Darmawan...tapi sab, mami mohon ini untuk kepentingan keluarga kita, kamu mau khan berkorban????”
tapi ia ingat apa yang dikatakan mas hendra “sab....kamu sudah besar, sudah saat kamu memilih jalan kamu sendiri, memangnya kamu mau menikah dengan orang yang sepantasnya kita panggil ayah”
perusahaan orang tua sabrina berkembang sangat pesat karena itu untuk kerjasama yang lebih baik, papi sabrina berencana untuk menikahkan sabrina dengan tuan Darmawan.
“non kok diluar..nanti masuk angin lho” kata mbok darmi membuyarkan lamunan sabrina
“ndak papa mbok mau ngilangin penat”
“mbak sabrina sedang ada masalah ya, kok kayaknya sedih sekali”
“iya mbok...sabrina sedang bingung”
“pasrahkan pada yang maha kuasa ya mbak, insya allah pasti ada jalan terbaik buat mbak sabrina”
“mbok...sabrina ndak ngerti sholat mbok, dari kecil mami sama papi ndak pernah ngenalin agama, sabrina hanya tau dari sekolah, itu aja juga ndak lancar mbok”
angin senja yang sepoi sepoi membuat irama tersendiri dengan menerbangkan beberapa helai rambut sabrina yang terurai panjang. Rasa penyesalan sabrina yang tidak mengerti tentang agama membuatnya tambah sakit dan sabrina tidak tau jalan yang terbaik buat dirinya.
“mbok..sabrina mau tanya”
mbok darmi hanya menganggukkan kepalanya.
“apa menuruti keinginan orang tua itu wajib mbok, dan apa jika melawan kita bisa berdosa”
“itu tentu saja mbak, orang tua kita adalah kunci bahagia kita, kunci ibadah kita, da kunci pahala kita, dan benar saja jika kita melawan orang tua maka kita durhaka”
tanpa terasa air mata sabrina luluh mendegar ucapan mbok darmi ia masih bingung apa perbuatannya salah.
“lho kok mbak sabrina nangis, ada apa mbak? Cerita sama mbok mungkin mbok bisa bantu”
sabrina menceritakan semua perasaannya pada mbok darmi, setiap kegalauan dan kebingung ia utarakan pada mbok darmi.
“menurut mbok darmi mbak sabrina ndak salah, tapi juga tidak benar mbak”
“maksudnya mbok?”
“mbak benar mbak harus mengunggkapkan keinginnan mbak untuk menolak lamaran seseorang apa lagi perjodohan yang mbak sabrina tidak suka karena Rosullah SAW selalu menanyakan terlebih dahulu apa keinginnan dari wanita yang dipinang dia mau atau tidak dan tidak boleh di paksa, tapi cara mbak sabrina salah dengan pergi dari rumah. Mbak bisa bicara baik-baik pada orang tua mbak sabrina khan?”
“ndak bisa mbok..papi orangnya keras, itu yang membuat sabrina bingung mbok, sabrina ndak siap, sabrina merasa ada yang kurang dalam hidup sabrina sekarang mbok”
“apa yang kurang mbak, mbak sabrina cantik, pintar, kaya”
“ sabrina ingin belajar agama, jujur mbok sabrina ingin sekali belajar agama dari nol sekalipun sabrina ingin belajar mbok”
“dulu putri saya pernah belajar mengaji di pesantren dan sekarang mengajar di pesantren itu apa mbak sabrina mau kesana?”
“dimana itu mbok?”
“di sukabumi mbak, klo mbak minat nanti saya telponkan”
“iya mbok terimakasih saya minta ijin mas hendra dulu”

setelah makan malam sabrina tidak bisa tidur ia memikirkan kata2 mbok darmi tadi sore. Sabrina ingin sekali pergi kesana, tapi ada sesuatu yang mengganjal hati sabrina. Ia ingin sekali berbicara dengan mami dan minta ijin pada mami. Paling tidak sabrina merasa tenang dengan ijin mami. Sabrina berniat besok akan minta ijin mami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar