Sabtu, 08 November 2008

MIMPI TAK BERUJUNG bag.3

setelah selesai mengajar syifa menghampiri ajeng, tapi ajeng malah lari menginggalkannya. syifa tersentak kaget atas penolakan ajeng ini. hal ini tambah mebuat syifa bingung dan terus ia pikirkan. sampai di ruang guru, syifa menemui mabk retno untuk bertanya tentang ajeng, tapi mbak retno tidak ada. syifa bingung harus tanya dengan siapa. alhamdulilah ada mbak rahma, mungkin mbak rahma bisa membantu.

“assalamualikum mbak maaf saya mengganggu”
“waalaikumsalam ada apa syif...”kata mbak rahma sambil terus menulis sesuatu.
“gini mbak saya mau tanya tentang ajeng anak kelas 4 MI putri”
mbak rahma memandangi syifa dengan penuh tanya “knp syif...dia buat ulah lagi”
“kok lagi mbak...maksudnya apa” kata syifa dengan penuh tanya..
“hari ini kamu ngajar langsung kelas 4 ya..ada waktu mengajar lagi tidak nanti?”tanya mbak rahma sambil menutup buku yang ia tulis tadi. “seharusnya kamu tidak tanya sama saya dek syifa..tapi sama pak ustad baim atau malah sama pak kyai” tambah mbak rahma.
“kenapa harus mereka mbak...??” hal ini tambah membuat syifa bertanya-tanya.
“karena saya tidka berhak bercerita dek syifa...” kata mbak rahma dengan muka serius.
ah sudahlah mungkin nanti aku bisa bertanya pada mbak ratna “ya sudah dech makasih ya mbak..nanti saya tanya mbak retno”
“sama saja dek...mungkin bu retno juga tidak akan cerita” tambah mbak retno sambil memandang syifa dengan tajam.
“kenapa begithu?” pikir syifa, “ya sudah klo githu nanti saya tanya sama pak ustad”.
syifa pun kembali ke mejanya, dengan pikiran yang melayang-layang, memikirkan misteri apa di balik ajeng ini. dia harus tanya pada ustad baim, tapi setelah ia mengajar kelas 5. apapun nanti hasilnya syifa harus tau. saat akan keluar ruangan dia melihat ajeng yagn lari setelah melihatnya akan keluar ruangan. “ya allah ada apa ini....kenapa ajeng takut melihat ku keluar” pekik syifa dalam hati. hal ini membuatnya sangat sedih.
Syifa mulai asik dengan pekerjaan barunya, dia senang berada dekat dengan anak-anak. Mereka masih polos, tertawa bersama, bermain bersama, membuat syifa merasa tenang. “nanti habis pulang mengajar ngobrol-ngobrol sama penduduk ah…rasanya aku mulai akrab dengan penduduk” pikir syifa yang merupakan rencana awalnya. Pertama yang dia lakukan adalah ke kelurahan. Syifa menemuai pak lurah dan menyerahkan sebuah surat pengantar dari kampusnya, untuk melakukan penelitian masa di kampong tersebut, setelah berbicara beberapa lam akhirnya pak lurah menyetujuinya. Selama syifa melakukan penelitian, ia hampir saja melupakan ajeng. Sampai suatu saat ajeng membuat ulah.
“pyaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr……….”
Suara apa itu syifa bersama guru guru yang lain terkejut, mereka sontak keluar dari ruangan untuk melihat hal itu. Masih belum rasa terkejutnya karena sesuatu yang pecah, syifa kembali terkejut karena ajeng sedang memegang potongan kaca yang pecah. “masya allah ajeng mau memotong urat nadi tangannya” pekik syifa dalam hati, semua guru berusaha memberitahu ajeng bahwa perbuatannya tersebut dosa, tapi ajeng diam saja tidak memberikan jawaban apapun sorot matanya tajam, penuh amarah, dendam, dan putus asa.
“asstafirullah…ajeng lepaskan kaca itu nak nanti kamu sakit” omongan ustad baim memecahkan rasa terkejut, yang meliputi seluruh madrasa.
“ajeng malu…dulu ibu ajeng benar seharusnya ajeng mati. Ajeng ndak pantas disini, ajeng kotor.” Jerit tangis ajeng memcahkan suasana. Syifa hanya memperhatikan pembicaraan ajeng dengan ustad baim. Tapi tak di sangka pecahkan kaca itu telah tertekan ke kulit ajeng. Tidak ajeng tidak boleh celaka syifa harus berfikir, memikirkan sutu jalan agar ajeng selamat.
“sayang, kita teman kan” kata syifa dengan nafas yang memburu karena keterkejutannya, saat syifa berbicara semua mata beralih kearah syifa. Ustad baim terkejut melihat ucapan syifa, tapi beberapa saat kemudian, “sayang dengarkan ibu, kaca itu tajam, nanti kamu terluka!!”pinta syifa.
“ndak bu..ajeng mau mati saja…ajeng malu” kata ajeng sambil terus menangis.
“ibu sayang ma ajeng, ibukhan teman ajeng” tanpa terasa syifa berjalan mendekati ajeng
“ndak…ibu sama dengan teman-teman yang lain, ibu memandang ajeng hina”
hina…kata itu melayang dalam otak syifa, hina kenapa ada sebenarnya. syifa menoleh ke arah ustad muda itu, dan ustad baim hanya mengganggukkan kepalanya. “sayang, hina dimata manusia belum tentu hina di mata Allah nak. lepaskan kaca itu sayang, sini ke ibu, ibu sayang sama ajeng, ibu janji ibu akan selalu dengan ajeng, ajeng anak yang baik, apapun dan bagaimanapun keadaan ajeng, ibu tetap sayang ma ajeng” rasanya suara syifa tercekat air mair matanya, air mata itu terus bercucuran. rasanya ia ingin melepaskan beban yang di pikul gadi kecil itu, “Ya Allah ringankan beban gadis ini” pinta syifa dalam tangisnya siagn itu terasa sangat tegang, semua orang di pesantren yang melihatnya menitikkan air mata. tanpa disadarinya air mata ustad baim mengalir.
syifa sudah tidak tahan dengan keadaan ini....melihat kegigihan ajeng, syifa tak bisa berbuat apa-apa ia memutuskan untuk menyingkir, saat ia akan membalikkan badan
“ibu...bu syifa...” suara kecil itu memanggilku
syifa pun membalikkan badan dengan segera ia menghampiri gadis itu, melepaskan cengkramannya dari kaca yang tajam itu, dan memeluk gadis itu erat-erat. walaupun syifa belum memiliki anak, tapi rasa kasih sayangnya sangat besar, ia tak akan melepaskan gadis itu. dia masih rapuh perlu pengayoman yang masih layak untuk dilindungi. dalam tangisnya syifa mencium gadis kecil...
“ibu jangan tinggalin ajeng ya, ajeng takut, ajeng ingin ibu selalu menemani ajeng”
“iya ajeng insya allah.....ajeng jangan begini lagi ya nak”
tak ada orang di tempat itu yang tidak menangis, kejadian itu membuat semua orang sadar tak seharusnya menggap remeh masalah ajeng. syifa mengantar ajeng ke asrama putri, mengobati lukanya, dan menenangkan hatinya, memberikannya kenyamanan, menceritakannya dongeng-dongeng yang indah, sampai gadis kecil itu terlelap dan syifapun bisa meninggalkannya sendirian. saat itu bu nyai sedang memperhatikan syifa yang berjalan meninggalkan asrama. dan bu nyai tersenyum melihatnya.
keesokkan harinya, syifa tidak bisa menahan lagi semua pikirannya tentang ajeng, pertanyaan yagn berkecambuk dalam otaknya. “aku harus bertanya” pikir syifa dalam hati. iapun pamit ke bude dan pakdenya. “mau kemana syif..hari ini khan minggu” tanya pakdenya
“mau ke pesantren pak de, mau tanya tentang masalah gadis kecil yang syifa ceritain kemarin”
“ohhh.....hati-hati lho syif, biasanya gadi seumuran mereka bisa nekat”
“oleh karean itu pakde syifa mau tau apa yang sebenarnya terjadi”
“hati-hati di jalan ya syif...”
“iya pakde mohon doanya, assalamualaikum”
“waalaikumsalam”
syifa pergi mengendarai sepedanya menyusuri jalan setapak, jalan yang dulu menurut syifa sangat menyiksa saat melewatinya. akhirnya ia sampai di pesantren, agak sepi tapi dari dalam sayup-sayup terdengar suara tadarus, “mungkin sedang ada pengajian” pikir syifa. syifapun masuk kedalam pesantren dan memarkirkan sepedanya. ia menyusuri pesantren putri kosong “kemana ajeng” pikir syifa. akhirnya ia berjalan ke arah aula tempat terdengarnya suara tadarus itu. disna ia melihat beberapa orang yang sekitanya merupakan pengasuh pesantren, dan terlihat ustad baim diantra orang-orang itu. saat syifa melihat ke arah ustad baim, tanpa sengaja ustad itupun sedang memperhatikan syifa. da menganggukkan kepala ke syifa, dan ia mohon diri dari tempat itu untuk menemui syifa.
“assalamualaikum...maaf saya mengganggu ya?”
“waalaikumsalam..iya lumayan menganggu” jawab ustad baim sambil tersenyum
“ohhh ya udah saya pamit saja” tak disangka ustad itu menjawab demikian.
“tunggu kamu kesini tidak mungkin tidak ada alasankan, saya hanya bercanda kok”
“oh....tapi bercanda anda tidak lucu dan tidak pada tempatnya”jawab nisa dengan sedikit jutek
“ya allah juteknya keluar lagi” pikir ustad itu sambil tersenyum sendiri
“saya kesini mau tanya tentang ajeng...”ucap syifa dengan lebih lembut sedikit.
“sudah saya kira..mari ikut saya...jika anda ingin tau bertanyanya bukan pada saya tapi sama abah dan umi saya, karena saat ajeng disini, saya masih ada di mesir” jawab ustad baim
“ohhh ke mesir untuk apa jadi TKI ya hehehehehe tapi g mungkin kan”
“anda ini lucu ya” dengan muka yang lebih humoris
mereka pun berbincang-bincang sambil berjalan menuju ke rumah ustad baim di samping asrama putri, “rumahnya indah ssejuk lagi” ucap syifa memuji rumah ustad itu.
“ini yang mengatur umi, beliau sangat menyukai tanaman, silahkan masuk” jawab ustad baim
“terimakasih” jawab syifa sekenanya
rumah itu sangat bersih ran dapi serta cium bau wangi alami dari bunga-bunga, syifa terkesan dengan rumah itu, ia senang berada didalamnya entah kenapa syifa sudah merasa betah didalamnya. tanpa ia sadari ada keluarga kecil yang memperhatikkannya
“assalamualaikum..indah ya bunganya” ucap bu nyai yang mengkagetkan syifa, sontak syifa segera berdiri karena terkejut
“wa wa waalaikumsalam” jawab syifa yang masih terkejut.
“asstafirullah umi mengejutkannya, ayo nduk silahkan duduk kembali” jawab pak kyai
“terimakasih”
“Baim sudah cerita tujuan kamu kemari karena ajeng kan”
“iya pak kyai....kemarin dia bilang saya hina, saya hina, apa maksudnya pak kyai saya tidak mengerti. dan saya merasa jika melihat umur dan bentuk tubuhnya seharusnya ajeng sudah kelas 1 MTS atau klo tidak kelas 6 kenapa dia masih kelas 4” jawab syifa panjang lebar dan pak kyai hanya tersenyum saja.
“wajar klo orang seperti kamu akan mengira seperti itu” kata pak kyai sebelum perkataanya dilanjutkan datang seorang gadis cantik berjilbab biru membawakan minuman dan makanan ringan. “sebelum pembicaraan di anjutkan nak syifa minum dulu ya, tapi maaf lho cuma ada the dan makanan ini saja”.
“ah tidak apa-apa pak kyai, diberi minum ini saja saya sudah bersyukur, dari pada tidak ada soalnya saya pernah merasakan saya saat saya penelitian ke perusahaan air minum dikabupaten tempat saya penelitian..tidak diberi air minum, ya terpaksa dech pas mau wudhunya sekalian minum” jawab syifa sambil tersenyum malu kalau ingat hal itu.
“lha itu diberi minum”
“iya minum-minum air keran hehehehehe” jawab syifa malu-malu, pak ustadpun tertawa melihat tingkah syifa itu. tanpa disadari ustad baim dan bu nyai serta gadis berkerudung biru itu tertawa lirih di dalam rumah mendengar pembicaraan mereka itu. dan pak kyai mulai bercerita tentang riwayat ajeng. dulu sebelum ajeng tinggal di pesantren ini, ia tinggal bersama orang tuanya. karena keluarganya miskin ajeng ikut membantu keluarganya bekerja, karena dirasa penghasillannya kurang ajengpun di jual. orang tuanya tidak peduli mau ajeng hidup senang atau susah yang penting mereka tetap bisa makan. saat ajeng di jual itulah ajeng merasa tertekan, ia hidup sebagai pengemis di pinggir jalan. suatu hari rupanya nasip sial mendatanginya, ajeng di perkosa oleh juragannya sendiri hal itu terjadi berulagn kali, karena merasa ajeng sudah tidak dibutuhkan lagi ia di kembalikan ke rumah orang tuanya. saat itu ajeng sudah berumur 10 tahun. durumah orang tuanya bukannya penderitaan ajeng berkurang ia malah mendapat siksaan yang luar bisa dari orang tuanya, karean mereka tau ajeng sudah tidak lagi perawan. hal ini di manfaatkan ibunya, ajeng di jual sebagai pelacur cilik. ada seorang tetangga yang kasihan mendengar tangis ajeng setiap malamnya, akhirnya ajeng dilarikan dan dibawa kesini. sejak saat itu orang tuanya tidak tau klo ajeng diberada disini. mendengar cerita pak kyai, syifa manangis tersedu sedu, tanpa ia tau bu nyai sudah berada di sampingnya dan memeluk syifa. sangat tenang berada dalam pelukan bu nyai ini pikir syifa.
tanpa terasa sudah terdengar adzan dzuhur. merekapun beranjak untuk solat dzuhur jemaah di pesantren. saat ia mau masuk masjid ada yang memeluknya dari belakang. “masya allah..” syifa terkejut dengan tindakan itu “ajeng..subhanallah...kamu sudah sehat nak” tanya syifa pada gadis kecil itu
“ibu kesini mau menemui ajeng ya” tanya ajeng dengan mata berbinar penuh harap.
“tentu saja nak, ibu kesini ingin menemui kamu, setelah solat kita ngobrol-ngobrol ya, sudah wudhu ajeng?” tanya syifa, ajeng pun menganggukkan kepalanya “ya sudah klo begitu ajeng solat sama teman teman ya ibu solat sama bu nyai di sebelah sana” ajengpun menurut ucapan syifa, syifapun menuju shof yang di depan tepat desebelah bu nyai. “kamu mudah akrab dengan anak-anak ya nduk” tanya bu nyai.
“saya senang melihat anak-anak karean saya tidak punya masa kecil yang penuh keceriaan” mendengar jawapan syifa itu, bu nyai mengerjitkan dahinya, tanda ia tidak mengerti ucapan syifa. mereka pun solat berjamaah, selesai solat bu nyai menghampiri syifa, “ibu ingin ngobrol denganmu nduk” syifa tersenyum dan berkata “setelah saya menemui ajeng ya bu, soalnya saya tadi berjanji akan menemuinya”
“ya sudah ibu tunggu di rumah ya”
“insya allah bu” syifapun bergegas menemui ajeng yang sudah menunggu di taman temapt pertama kali mereka bertemu. “assalamualaikum...sudah lama menunggu” tegur syifa pada ajeng.
“waalikumsalam... belum kok bu”
“bagaimana perasaanmu sekarang”
“sudah lebih baik” merekapun berbicara banyak sekali, sekali-kali mereka tertawa bersama-sama. kelakuan mereka itu membuat ustad baim tersenyum “kapan saya bisa bercanda dengan dia seperti itu ya allah” pikir ustad baim sambil mengawasi mereka dari jauh. setelah berbicara banyak syifa mengantar ajeng kembali ke asrama. dan menyalami santri yang lain.syifa senang berada di tengah-tengah mereka, hampir saja ia lupa dengan janjinya untuk bertemu bu nyai. setelah solat ashar syifa meneui bu nyai, di teras depan mereka berbincang-bincang. “kamu sekarang semester berapa nduk”
“sudah mau selesai bu sekarang sedang menulis skripsi” jawab syifa
“sudah selesai skripsinya”
“belum masih di bab 3, bab ini agak membingungkan soalnya”
“kamu jurusan komunikasi ya coba tanya pada baim dia punya banyak buku, mungkin kamu butuh buku-buku itu sebagai referensi”
“oh insya allah nanti saya tanyakan, terimakasih”
“hmmm nduk tadi siang kamu bilang masa kecilmu tidak ceria? kenapa nduk klo ibu boleh tau”
“dulu saya tidak punya teman bermain, mam sibuk kerja dan papa juga, mas dani sibuk dengan kegiatannya. saya keluar rumah tidak boleh sama ibu”
“kenapa?”tanya bu nyai heran
“mama takut saya ikut pergaulan yang tidak baik, tapi saya merasa senang waktu saya masuk smp, teman saya banyak, tapi saya tidak marah sama mama karean saya tau mama sayang sama saya” ucap syifa sambil tersenyum pahit mengenang setiap kesendiriannya. obrolan mereka tak dirasa sudah semakin sore. akhirnya syiapun minta undur diri.
“umi baim pergi sebentar ya...”ucap baim sesaat setelah syifa pergi.
“mau kemana...mau nganterin syifa pulang”
“ndak mau ngawasi aja apa dia sampai dirumah dengan selamat” jawab baim sekenanya
“duh bilang aja mau nganterin mas g papa lagi” jawab adiknya laila.
“huh asar anak kecil” jawab baim
baim mengawasi jalannya sepeda syifa dari belakang, karena jalan setapa ini klo sore sudah sepi makanya baim khawatir saat itu di depannya baim melihat sepeda syifa yang sepertinya mau oleng, tak meleset dari perkiraan sejurus kemudian sepeda itu tergelincir masuk ke sawah, dan syifa meloncat kakinya terantuk batu, cepat-cepat saja baim mengendarai motornya menghampiri syifa
“ndak apa-apa syif, ada yang luka” syifa yang terkejut melihat ustad baim ada disitu hanya bisa tersenyum saja. ditolongnya syifa untuk duduk dengan baik, dan baim turun ke sawah untuk mengambil sepeda itu. dan syifapun diantarnya pulang dengan sepeda yang penuh lumpur dan syifa berada di boncengannya. sampai dirumah bude khawatir takut klo ada apa-apa. pada diri keponakannya yang cantik itu. bude memerika hampir setiap inci, melihat kepanikan di rumah bude ustad baim mohon undur diri. tanpa terasa syifa sudah 2 bulan di demak bersama keluarga budenya, skripsinya juga hampir selesai tinggal pengjuan ke dosen pikir syifa.
setelah kejadian syifa terjatuh itu, syifa merasa ada sesuatu daam hatinya. setiap bertemu dengan ustad baim, entah mengapa jantungnya berdetak tak karuan. sampai suatu hari ada kejadian menakutkan terjadi di pesntren oran tua ajeng datang, bersama antek-anteknya, menyeret ajeng untuk pulang, dia meronta-ronta dan menangis. keluarga ustad baim, berusaha agar ajeng tidak dibawa pergi. syifa yang baru saja mengajar di MTS segera menyusul ke depan tempat orang-orang berkerumun. syifa melihat baim di pukuli tukang pukul itu, sedangkan ajeng saat melihat syifa datang dia semakin keras menangis “bu syifa, ajeng tidak mau pergi” syifa melihat ajeng diseret-seret seperti budak, baim di pukul. syifa tak kuat melihat hal itu ia berlari mau menghampiri ajeng untuk menolongnya. melihat hal itu ustad baim tak bisa menarik syifa untuk pergi menghindar. syifa menarik tangan ajeng dari laki-laki perkasa itu, tubuhnya kekar, otot besar di perlihatkan keluar, tampangnya memang sangar tapi syifa tidak takut. ia memukul laki-laki itu agar melepaskan ajeng. satu pukulan tidak berhasil, 2 pukulan ia merasa kesaitan dan ajeng ditampar dengan sangat keras sampai ia jatuh terpuruk. baim hanya bisa memanggil-manggil dan menyuruh syifa pergi, retno tak tega melihat adiknya dipukuli ia segera ke ruang guru dan menelpon kantor polisi.
dari bibir syifa keluar darah karena tamparan itu. ia berlari dan memukul lelaki itu dengan batu yang ada disampingnya saat jatuh tadi, akhirnya laki-laki itu tumbang dan ia bisa menarik ajeng untuk menyingkir tidak terima temannya terjatuh tukang pukul yang memukuli baim mengeluarkan senjatanya dan “DORRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR”
terdengar suara letusan dari tempat baim berada, tanpa terasa syifa merasa matanya berkunang-kunang, tangannya lemas, ia tak sanggup lagi memegang tangan ajeng, dari punggungnya keluar darah segar membasahi gamis hijaunya, baim tak terima melihat syifa tertembak ia menendang tangan lelaki itu dan memukulnya tanpa ampun, disaat yang sma semua warga pesantren lekuar dan memukuli orang tua ajeng dan tukang pukulnya, melihat semua sudah diatasi yang lainnya, baim menghampiri tubuh syifa yang penuh darah, disampingnya ajeng menangis meraung-raung, seberti anak kehilangan induknya. matanya terpejam, ia tidak mendengar, sia tidak bergerak, baim memperhatikan tubuh lemas di depannya, tapi ia merasa syifa masih hidup segera ia mengangkat syifa, menuju mobil dan membawanya ke rumah sakit, ajeng tetap tinggal di pesantren, di temani mbak retno. akhirnya polisi datang juga dan meringkus orang-orang itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar